PENGERTIAN RABB DALAM Al-QUR’AN DAN AS SUNNAH

Rabb adalah bentuk mashdar dari رَبَّ يَرُبُّ, yang ber­arti نَشَّأَ الشَّيْءَ مِنْ حَالٍ إِلَى حَالِ التَّمَامِ  “mengembang­kan sesuatu dari satu keadaan pada keadaan lain, sampai pada keadaan yang sempurna”. Jadi Rabb adalah kata mashdar yang dipinjam untuk fa’il (pelaku). Kata-kata Ar-Rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluk.

Adapun jika di-idhafah-kan (ditambahkan kepada yang lain), maka hal itu bisa untuk Allah dan bisa untuk lainNya. Seperti firman Allah Subhannahu wa Ta’ala:

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

“Rabb semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 2)

قَالَ رَبُّكُمۡ وَرَبُّ ءَابَآئِكُمُ ٱلۡأَوَّلِينَ

“Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang da­hulu”. (QS. Asy-Syu’ara: 26)

Kita bisa menggunakan pemilik rumah رَبُّ الدَّارِ untuk yang lainnya atau pemilik kambing رَبُّ الغَنَمِ. Dan di antaranya lagi adalah perkataan Nabi Yusuf Alaihissalam yang difirmankan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala:

وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُۥ نَاجٖ مِّنۡهُمَا ٱذۡكُرۡنِي عِندَ رَبِّكَ فَأَنسَىٰهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ ذِكۡرَ رَبِّهِۦ فَلَبِثَ فِي ٱلسِّجۡنِ بِضۡعَ سِنِينَ٤٢

Maka jelaslah bahwa kata Rabb diperuntukkan untuk Allah jika ma’rifat dan mudhaf, sehingga kita mengatakan misalnya: رب العالمين “Tuhan Allah Penguasa semesta alam” atau رب الناس“Tuhan manusia”.

Dan kata Rabb boleh di gunakan kepada selain Allah kecuali jika di-idhafah-kan, misalnya: tuan rumah رب البيت atau pemilik  رب الحصان unta dan lainnya. Makna “Rabbal ‘alamiin” adalah Allah Pencipta alam semesta, Pemilik, Pengurus dan Pembimbing mereka dengan segala nikmat-Nya, serta dengan mengutus para rasulNya, menurunkan kitab-kitab-Nya dan Pemberi balasan atas segala perbuatan makhlukNya.

Imam Ibnul Qayyim berkata bahwa konsekuensi rububiyah ada­lah adanya perintah dan larangan kepada hamba, membalas yang ber­buat baik dengan kebaikan, serta menghukum yang jahat atas kejaha­tannya. [1]

Pengertian Rabb Menurut Pandangan Umat-Umat Yang Sesat

فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠

Allah Subhannahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan fitrah mengakui tauhid serta mengetahui Rabb Sang Pencipta. Firman Allah: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia ti­dak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Jadi mengakui rububiyah Allah dan menerimanya adalah sesuatu yang fitri. Sedangkan syirik adalah unsur yang datang kemudian. Baginda Rasul bersabda:

من حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ ، كَمَثَلِ البَهِيمَةِ تُنْتَجُ البَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاء

“Setiap bayi dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tu­a-nyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Seandainya seorang manusia diasingkan dan dibiarkan fitrahnya, pasti ia akan mengarah kepada tauhid yang dibawa oleh para rasul, yang disebutkan oleh kitab-kitab suci dan ditunjukkan oleh alam. Akan tetapi bimbingan yang menyimpang dan lingkungan yang atheis itulah faktor penyebab yang mengubah pandangan si bayi. Dari sanalah seorang anak manusia mengikuti bapaknya dalam kesesatan dan penyimpangan.

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:

عنِ اللهِ تعالى : إني خلقتُ عبادي حنفاءَ فاجتالتْهم الشياطينُ فحرَّمتْ عليهم ما أحللتُ لهم وأمرتهم أن يشركوا بي ما لم أُنزِّل به سلطانًا

 “Aku ciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus bersih, maka setanlah yang memalingkan mereka.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Maksudnya, memalingkan mereka kepada berhala-berhala dan menjadikan mereka itu sebagai tuhan selain Allah. Maka mereka jatuh dalam kesesatan, keterasingan, perpecahan dan perbedaan; karena masing-masing kelompok memiliki tuhan sendiri-sendiri. Sebab, ketika mereka berpaling dari Tuhan yang hak, maka mereka akan jatuh ke dalam tuhan-tuhan palsu.

Sebagaimana firman Allah:

فَذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمُ ٱلۡحَقُّۖ فَمَاذَا بَعۡدَ ٱلۡحَقِّ إِلَّا ٱلضَّلَٰلُۖ فَأَنَّىٰ تُصۡرَفُونَ ٣٢

“Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan ke­sesatan.” (Yunus: 32)

Kesesatan itu tidak memiliki batas dan tepi. Dan itu pasti terjadi pada diri orang-orang yang berpaling dari Allah Subhannahu wa Ta’ala . FirmanNya: “… manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu.” (TQS. usuf: 39-40)

Dan syirik dalam tauhid rububiyah, yakni dengan menetapkan adanya dua pencipta yang serupa dalam sifat dan perbuatannya, adalah mustahil. Akan tetapi sebagian kaum musyrikin meyakini bahwa tuhan-tuhan mereka memiliki sebagian kekuasaan dalam alam semesta ini. Setan telah mempermainkan mereka dalam menyembah tuhan-tuhan tersebut, dan setan mempermainkan setiap kelompok manusia berdasarkan kemampuan akal mereka.

Ada sekelompok orang yang diajak untuk menyembah orang-orang yang sudah mati dengan jalan membuat patung-patung mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh Alaihissalam. Ada pula sekelompok lain yang membuat berhala-berhala dalam bentuk planet-planet. Mereka menganggap planet-planet itu mempunyai pengaruh terhadap alam semesta dan isinya.

Maka mereka membuatkan rumah-rumah untuknya serta memasang juru kuncinya. Mereka pun berselisih pandang tentang penyembahannya; ada yang menyembah matahari, ada yang menyembah bulan dan ada pula yang menyembah planet-planet lain, sampai mereka membuat piramida-piramida, dan masing-masing planet ada piramidanya sendiri-sendiri. Ada pula golongan yang menyembah api, yaitu kaum Majusi.

Juga ada kaum yang menyembah sapi, seperti yang ada di India; ke­lompok yang menyembah malaikat, kelompok yang menyembah po­hon-pohon dan batu besar. Juga ada yang menyembah makam atau kuburan yang dikeramatkan. Semua ini penyebabnya karena mereka membayangkan dan menggambarkan benda-benda tersebut mempunyai sebagian dari sifat-sifat rububiyah. Ada pula yang menganggap berhala-berhala itu mewakili hal-hal yang ghaib.

Imam Ibnul Qayyim berpendapat: “Pembuatan berhala pada mulanya adalah penggambaran ter­hadap tuhan yang ghaib, lalu mereka membuat patung berdasarkan bentuk dan rupanya agar bisa menjadi wakilnya serta mengganti kedudukannya. Kalau tidak begitu, maka sesungguhnya setiap orang yang berakal tidak mungkin akan memahat patung dengan tangannya sendiri kemudian meyakini dan mengatakan bahwa patung pahatannya sendiri itu adalah tuhan sembahannya.” [2]

Begitu pula para penyembah kuburan, baik dahulu maupun sekarang, mereka mengira orang-orang mati itu dapat membantu mereka, juga dapat menjadi perantara antara mereka dengan Allah dalam pemenuhan hajat-hajat mereka. Mereka mengatakan:

ۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ

 “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3)

Sebagaimana halnya sebagian kaum musyrikin Arab dan Nasrani mengira tuhan-tuhan mereka adalah anak-anak Allah. Kaum musyrikin Arab menganggap malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Orang Nasrani menyembah Isa Alaihissalam atas dasar anggapan ia sebagai anak laki-laki Allah.

Percobaan-percobaan agar bisa sampai kepada Allah adalah kesia-siaan dan kesesatan. Karena agama ini telah sempurna dan telah mengutus yang akan menggenggam sampai kepada muara kebahagian yaitu syurgaNya Allah subhana wat’ala. maka sudah tidak perlu lagi percobaan-percobaan. Sepintar apapun manusia dan sejenius otaknya ia tidak akan mampu sampai kepada Allah melainkan dengan petunjuk NabiNya.

Sanggahan Terhadap Pandangan Yang Batil

  1. Sanggahan terhadap para penyembah berhala:

 أَفَرَءَيۡتُمُ ٱللَّٰتَ وَٱلۡعُزَّىٰ ١٩ وَمَنَوٰةَ ٱلثَّالِثَةَ ٱلۡأُخۡرَىٰٓ

“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al Uzza

 dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)” (An Najm: 19-20)

            sesungguhnya mereka mengakui akan hal tidak berdayanya patung-patung itu. Penyembahan mereka di dasari dengan taklid buta.

قَالُواْ بَلۡ وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا كَذَٰلِكَ يَفۡعَلُونَ

Mereka menjawab: “(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian”. (QS. Ashuara: 74)

  • Sanggahan terhadap penyembahan matahari, bulan dan bintang.

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يُغۡشِي ٱلَّيۡلَ ٱلنَّهَارَ يَطۡلُبُهُۥ حَثِيثٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتِۢ بِأَمۡرِهِۦٓۗ أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٥٤

54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ´Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Araf: 54)

c. Sanggahan Terhadap Penyembah Nabi Isa Dan Anggapan Terhadapnya Sebagai Anak Allah.

مَا ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ مِن وَلَدٖ وَمَا كَانَ مَعَهُۥ مِنۡ إِلَٰهٍۚ إِذٗا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهِۢ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ ٩١

Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. (QS Al-Mu’minun: 91)

  • Sanggahan Terhadap Penyembah Ahli Kubur

وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّ‍ُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

18. Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa´at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (QS. Yunus: 18)

Allahu Ta’ala a’lam.


[1] Lihat madarijus salikin, I, hal. 68

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *